SDN Sukorejo 01 Gondanglegi, bertekad ikut mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tujuan negara Indonesia!

Selasa, 21 Agustus 2012

Kedudukan Qunut Subuh

Salah satu amalan yang banyak dilakukan oleh orang-orang yang mengaku bermadzhab Syafi'i (termasuk sebagian besar muslimin di Indonesia) adalah qunut subuh. Diantara dalil-dalil yang digunakan adalah apa yang tercantum dalam kitab Al Adzkar An Nawawi sebagai berikut: Imam An Nawawi berkata, Ketahuilah bahwa qunut shalat subuh adalah sunnah, karena ada hadits shahih di dalamnya, dari Anas radhiyallahu'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah meninggalkan qunut di dalam (shalat) subuh hingga beliau meninggal dunia. (Hadits ini) diriwayatkan oleh al Hakim Abu Abdillah dalam kitab al Arba'in dan dia berkata shahih. Setelah beliau (Imam Nawawi) menyebutkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa-i, Ibnu Majah dan Baihaqi tentang do'a qunut dalam witir -Allahummah dinii fii man hadait ...- beliau berkata, Dan dalam riwayat yang disebutkan al Baihaqi bahwa Muhammad bin al Hanafiyah yaitu Ibnu Ali bin Abi Thalib berkata, Sesungguhnya do'a ini (yaitu doa qunut witir) adalah do'a yang dibaca ayahku (Ali bin Abi Thalib) dalam shalat fajar di saat qunut. Kemudian Imam Nawawi berkata, Telah berkata sahabat-sahabat kami, qunut dengan doa yang datang dari Umar bin Khaththab, maka itu baik juga, karena beliau (Umar) telah qunut di dalam shalat subuh setelah ruku' lalu berdoa -Allahumma inna nasta'inuka ...-. Untuk menentukan suatu amalan itu bernilai wajib, sunnah atau bahkan bid'ah perlu diteliti dalil dan hujjah yang mendukungnya, shahih atau tidak, sebab tidak boleh berhujjah kecuali dengan riwayat yang shahih. Oleh karena perlu dibahas satu persatu dalil dan hujjah yang berkenaan dengan qunut subuh ini. 1. Hadits Pertama: Dari Anas bin Malik radhiyallahu'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam terus menerus melakukan qunut di dalam shalat subuh sampai meninggalkan dunia. Hadits ini diriwayatkan oleh Abdurrazaq di dalam Al Mushannaf (3/110/4964), Ibnu Abi Syaibah (2/312), Ath Thahawi di dalam Syarhul Ma'ani (1/143), Ad Daruquthni (hal 178), Al Hakim dalam Al Arba'in, Al baihaqi dari jalan Al Hakim (2/201), Al Baghawi di dalam Syarhus Sunnah (3/123/739), Ibnul Jauzi di dalam Al Wahiyah (1/444-445) dan Ahmad (3/162) dari jalan Abu Ja'far Ar Razi dari Rabi' bin Anas dari Anas bin Malik. Al Baghawi menyatakan bahwa Al Hakim berkata, Isnadnya hasan. Al Baihaqi menyatakan bahwa Al Hakim berkata, Isnadnya shahih dan para perawinya terpercaya... dan dia meyetujuinya. An Nawawi menyatakan bahwa Al Hakim berkata, Hadits shahih. Sebenarnya hadits ini tidak shahih karena perawi yang bernama Abu Ja'far Ar Razi dilemahkan oleh para ulama. Ibnu At Turkumani berkata dalam membantah Al Baihaqi, Bagaimana bisa sanandnya shahih padahal perawi dari Rabi' yang bernama Abu Ja'far Isa bin Mahan Ar Razi adalah seorang yang diperbincangkan. Ibnu Hambal dan An Nasa-i mengatakan bahwa dia (Abu Ja'far) tidak kuat, sedangkan Abu Zur'ah berkata bahwa dia (Abu Ja'far) sering keliru dan Al Fallas berkata bahwa hafalannya (Abu Ja'far) buruk, bahkan Ibnu Hibban berkata bahwa dia (Abu Ja'far) menceritakan riwayat-riwayat yang mungkar dari orang-orang yang terkenal. Ibnul Qayyim berkata dalam Zadul Ma'ad (1/99), Adapun Abu Ja'far, dia telah dilemahkan oleh Ahmad dan lainnya. Ibnul Madini berkata bahwa dia (Abu Ja'far) sering kacau. Abu Zur'ah berkata bahwa dia (Abu Ja'far) sering keliru. Al Hafidz Ibnu Hajar berkata di dalam At Taqrib, Dia seorang yang jujur, tetapi hafalannya buruk, khususnya (riwayat) dari Mughirah. Az Zaila-i berkata dalam Nashbur Rayah (2/132) setelah meriwayatkan hadits tersebut, Hadits ini telah dilemahkan oleh Ibnul Jauzi di dalam At Tahqiq dan di dalam Al Mutanahiyah, dan beliau berkata bahwa hadits ini tidak shahih karena Abu Ja'far yang namanya Isa bin Mahan telah dikatakan oleh Ibnul Madini bahwa dia sering kacau (hafalannya)... Selain itu hadits tersebut Mungkar karena bertentangan dengan dua hadits yang shahih yaitu: Dari Anas bin Malik bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam biasanya tidak melakukan qunut kecuali apabila mendo'akan kebaikan bagi suatu kaum atau mendo'akan kecelakaan atas satu kaum. Diriwayatkan oleh Al Khathib di dalam kitabnya dari jalan Muhammad bin Abdullah Al Anshari (yang berkata): Sa'id bin Abi 'Arubah telah menceritakan kepada kami dari Qatadah dari Anas bin Malik. Dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam biasanya tidak melakukan qunut di dalam shalat subuh kecuali apabila mendo'akan kebaikan bagi suatu kaum atau mendo'akan kecelakaan atas satu kaum. Az Zaila-i (2/130) mengatakan: Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dari Ibrahim bin Sa'd dari Sa'id dan Abu Salamah dari Abu Hurairah. Penulis kitab At Tanqih berkata, Dan sanad kedua hadits ini shahih, dan keduanya merupakan nash bahwa qunut (adalah) khusus pada nazilah. Al Hafidz Ibnu Hajar berkata di dalam Ad Dirayah (hal 117) setelah membawakan dua hadits itu, Isnad kedua hadits ini shahih. 2. Hadits Kedua: Bahwa Muhammad bin al Hanafiyah yaitu Ibnu Ali bin Abi Thalib berkata, Sesungguhnya do'a ini adalah do'a yang dibaca ayahku (Ali bin Abi Thalib) dalam shalat fajar di saat qunut. Riwayat di atas dari Al Baihaqi adalah tidak shahih. Ada riwayat lain yang menyatakan bahwa doa tersebut adalah doa dalam qunut subuh, Adalah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melakukan qunut di dalam shalat subuh dan witir malam dengan kalimat-kalimat ini. Hadits ini diriwayatkan oleh Al Fakihi dan Al Baihaqi dari jalan Abdul Majid, yaitu Ibnu Abdul Aziz bin Abi Rawad dari Ibnu Juraij yang mengatakan, Abdurrahman bin Hurmuz telah menceritakan hadits ini kepadaku. Hadits di atas juga tidak shahih karena Abdul Majid ini lemah dari sisi hafalannya, sedangkan Ibnu Hurmuz dikatakan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar bahwa: Keadaanya perlu untuk dibuka (diteliti). Syaikh Al Albani mengatakan, Di dalam jalan menuju Buraid dari yang kedua, yang didalamnya disebutkan qunut shalat subuh, ada perawi yang bernama Ibnu Hurmuz yang telah engkau ketahui keadaanya. Padahal pada jalan lain yang shahih tidak disebutkan. Berdasarkan hal ini maka -menurutku- qunut di dalam shalat subuh dengan menggunakan do'a ini tidak sah. (Irwaul Ghalil II/172-175, hadits no. 429). Adapun doa qunut witir tersebut (yakni -Allahummah dinii fii man hadait ...-) diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Nashr, Ibnul Jarud dan Ath Thabarani di dalam Al Mu'jamul Kabir dari Yunus bin Abi Ishaq dari Buraid bin Abi maryam As Saluli dari Abil Haura' dari Al Hasan bin Ali yang berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mengajariku beberapa kalimat yang aku ucapkan di dalam qunut witir. dan Isnadnya shahih. 3. Perkataan Imam Nawawi yang menyatakan bahwa doa Umar tersebut beliau ucapkan di saat qunut subuh itu memang benar. Akan tetapi sebenarnya doa tersebut adalah untuk qunut nazilah sebagaimana diketahui dari doa beliau yang memohon kecelakaan atas orang-orang kafir. Imam Nawawi berkata, Ketahuilah bahwa yang diriwayatkan dari Umar, Siksalah orang-orang kafir Ahli Kitab, karena peperangan para sahabat pada waktu itu melawan Ahli Kitab. Adapun sekarang yang dipilih hendaklah mengatakan, Siksalah orang-orang kafir, karena hal itu lebih umum. Dari sini jelaslah bahwa do'a Umar tersebut adalah doa qunut nazilah yang tidak menafikan hal itu dilakukan di saat shalat subuh. Banyak para ulama yang berpendapat tidak disyari'atkannya qunut subuh terus menerus (sebagaimana dilakukan oleh kebanyakan orang), di antaranya: Abu Malik Al Asyja'i, beliau berkata: Aku bertanya kepada bapakku, Wahai bapakku, sesungguhnya engkau telah shalat dibelakang Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali di sana, di Kuffah sekitar lima tahun. Apakah mereka semua melakukan qunut fajar? Bapakku menjawab, Hai anakku, itu perkara baru. (HSR. Ahmad, Tirmidzi, Nasa-i, Ibnu Majah, Thahawi, Ibnu Abi Syaibah, Thayalisi dan Al Baihaqi dari beberapa jalan dari Abu Malik). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: Oleh karena inilah tatkala Ibnu Umar ditanya tentang qunut (subuh) terus menerus, beliau menjawab, Kami tidak pernah mendengar dan tidak pernah melihat. (Majmu' Fatawa XXIII/101). Ishaq Al Harbi berkata: Saya mendengar Abu Tsaur bertanya kepada Abu Abdillah Ahmad bin Hambal, Bagaimana pendapat anda tentang qunut di waktu subuh? Abu Abdillah menjawab, Qunut itu hanyalah di waktu nawazil. (Ash Shalat wa Hukmu Tarikiha: 216 dinukil dari Al Qaulul Mubin:131). Disebutkan di dalam biografi Abul Hasan Al Karji Asy Syafi'i yang wafat pada tahun 532 H bahwa beliau tidak melakukan qunut di dalam shalat subuh (padahal beliau bermadzhab Syafi'i). Dan beliau menyatakan, Di dalam bab itu tidak ada satu haditspun yang shahih. Syeikh Al Albani berkata, Hal ini di antara yang menunjukkan ilmu dan keadilan beliau (Abul Hasan Al Karji Asy Syafi'i). Dan bahwa beliau termasuk orang-orang yang diselamatkan oleh Allah dari cacat-cacat ta'ashub madzhab. Mudah-mudahan Allah menjadikan kita termasuk mereka dengan karunia-Nya dan kemurahan-Nya. Wallahu a'lam bish shawwab. Disarikan dari tulisan Abu Ismail Muslim Al Atsari pada Majalah As Sunnah Edisi 11/Th IV/1421

0 komentar:

Posting Komentar

 

Tags

Tari Merak dlm acara perpisahan klas 6 th 2009/2010

Tari Merak dlm acara perpisahan klas 6 th 2009/2010

Followers

Site Info

Jln Pahlawan No 2 Sukorejo Gondanglegi Malang Jatim
Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template Vector by DaPino