Lalu Rasulallah saw menyuruh Ali,
Bilal ra dan dan beberapa sahabat lainya melihat keadaan Alqomah. Begitu mereka
sampai di rumah Alqomah, mereka melihat keadaanya sudah krisis tidak ada
harapan hidup. Kemudian mereka segera membantunya membacakan kalimah syahadat
(la ilaha illaah) dihadapanya, tetapi lidah Alqomah tidak mampu menyebutnya.
Setelah melihat keadaan Alqomah yang
semakin menghampiri akhir ajalnya dan semakin parah ditambah lagi ia tidak
mampu mengucapkan kalimat syahadat, mereka menyuruh Bilal memberitahukan
Rasulallah saw. Maka Bilal menceritakan kepada beliau segala hal yang terjadi
atas diri Al-Qomah.
Lalu Rasulallah saw bertanya kepada
Bilal, “Apakah ayah Al-Qomah masih hidup?” Bilal pun menjawab,
“Tidak ya Rasulallah, ayahnya sudah meninggal, tetapi ibunya masih hidup dan sangat tua usianya.”
“Tidak ya Rasulallah, ayahnya sudah meninggal, tetapi ibunya masih hidup dan sangat tua usianya.”
Kemudian Rasulallah saw berkata
lagi, “Pergilah kamu ya Bilal menemui ibunya, sampaikan salamku dan katakan
kepadanya kalau ia bisa datang menjumpaiku. Kalau dia tidak bisa berjalan,
katakan aku akan datang ke rumahnya menjumpainya.”
Bilal tiba di rumah ibu Alaqomah,
ibunya mengatakan bahawa dia ingin menemui Rasulallah saw. Lalu ia mengambil
tongkat dan terus berjalan menuju ke rumah beliau.
Setibanya disana ibu Al-Qamah
memberi salam dan duduk di hadapan Rasulallah saw. Kemudian Rasulallah saw
membuka pembicaranya, “Ceritakan kepadaku yang sebenarnya tentang anakmu
Al-Qomah. Jika kamu berdusta, niscaya akan turun wahyu kepadaku,”
Dengan rasa sedih ibunya bercerita,
“Ya Rasulallah, sepanjang masa, aku melihat Al-Qomah adalah laki-laki dewasa,
laki-laki yang cerdas, sholeh dan selalu melakukan perintah Allah dengan
sempurna, sangat rajin beribadat. Shalat dan puasa tidak pernah ditinggalkannya
dan sangat suka bersedekah
“Ya Rasullah, semenjak aku mendapat
kabar gembira tentang kehamilanku aku membawa Al-Qamah 9 bulan di perutku.
Tidur, berdiri, makan dan bernafas bersamanya. Akan tetapi semua itu tidak
mengurangi cinta dan kasihku kepadanya.”
“Ya Rasulallah, aku mengandungnya
dalam kondisi lemah di atas lemah, tapi aku begitu gembira dan puas setiap aku
rasakan perutku semakin hari semakin bertambah besar dan ia dalam keadaan sehat
wal afiat dalam rahimku.”
“Kemudian tiba waktu melahirkanya ya
Rasulallah. Pada saat itu aku melihat kematian di mataku.. hingga tibalah
waktunya ia keluar ke dunia. Iapun lahir. Aku mendengar ia menangis maka hilang
semua sakit dan penderitaanku bersama tangisannya.”
Ibu Al-qamah mulai menangis, lalu ia
melanjutkan ceritanya, “Kemudian, berlalulah waktu. Hari berganti hari, bulan
berganti bulan dan tahun berganti tahun. Selama itu aku setia menjadi
pelayannya yang tidak pernah lalai menjadi pendampingnya yang tidak pernah
berhenti. Aku tidak pernah lelah mendo’akannya agar ia mendapat kebaikan dan
taufiq dari Allah.”
” Ya Rasulallah, aku selalu
memperhatikannya hari demi hari hingga ia menjadi dewasa. Badannya tegap,
ototnya kekar, kumis dan jambang telah menghiasi wajahnya. Pada saat itu aku
mulai melirik ke kiri dan ke kanan untuk mencari pasangan hidupnya.”
Kemudian ia melanjutkan ceritanya,
“Tapi sayang ya Rasulallah, setelah ia beristri aku tidak lagi mengenal
dirinya, senyumnya yang selama ini menjadi pelipur duka dan kesedihanku,
sekarang telah hilang, dan tawanya telah tenggelam. Aku benar-benar tidak
mengenalnya lagi karena ia telah melupakanku dan melupakan hakku.”
“Aku tidak mengharap sesuatu darinya
ya Rasulallah, yang aku harapkan hanya aku ingin melihat rupanya, rindu dengan
wajahnya. Ia tidak pernah menghapiriku lagi. Ia tidak pernah menanyakan halku,
tidak memperhatikanku lagi. Seolah olah aku dibuang di tempat yang jauh.”
“Ya Rasulallah, aku ini tidak
meminta banyak darinya, dan tidak menagih kepadanya yang bukan-bukan. Yang aku
pinta darinya, jadikan aku sebagai sahabat dalam kehidupannya. Jadikanlah aku
sebagai pembantu di rumahnya, agar bisa juga aku bisa menatap wajahnya setiap
saat. Sayangnya dia lebih mengutamakan isterinya daripada diriku dan menuruti
kata-kata isterinya sehingga dia menentangku.”
Rasulallah saw sangat terharu
mendengar cerita ibu Al-Qamah. Kemudia beliau menyuruh Bilal mencari kayu bakar
utuk membakar Al-Qomah hidup hidup. Begitu Ibu Al-Qamah mendengar perintah
tersebut, iapun berkata dengan tangisan dan suara yang terputus putus, “Wahai
Rasullullah, kamu hendak membakar anakku di depan mataku? Bagaimana hatiku
dapat menerimanya? Ya Rasulallah, walaupun usiaku sudah lanjut, punggungku
bungkuk, tangganku bergetar. Walaupun ia tidak pernah menghapiriku lagi tapi
cintaku kepadanya masih seperti dulu, masih seperti lautan yang tidak pernah
kering. Janganlah kamu bakar anakku hidup hidup”
Rasulallah saw bersabda “Siksa Allah
itu lebih berat dan kekal. Karena itu jika kamu ingin Allah mengampuni dosa
anakmu itu, maka hendaklah kamu mengampuninya. Demi Allah yang jiwaku di
tangan-Nya, tidak akan berguna sholatnya, puasanya dan sedekahnya, semasih kamu
murka kepadanya.”
Kemudian ibu Al-Qomah mengangkat
kedua tangannya dan berdoa, “Ya Rasullullah, aku bersaksi kepada Allah yang di
langit dan bersaksi kepadamu ya Rasullullah dan mereka-mereka yang hadir disini
bahwa aku aku telah ridho pada anakku Al-Qomah.”
Lalu Rasulallah saw mengarah kepada
Bilal ra dan berkata, “Pergilah kamu wahai Bilal, dan lihat kesana keadaan
Al-Qomah apakah ia bisa mengucapkan syahadat atau tidak? Aku khawatir,
kalau-kalau ibu Al-Qomah mengucapkan itu semata-mata karena aku dan bukan dari
hatinya,”
Bilal pun sampai di rumah Alqomah,
tiba-tiba terdengar suara Al-Qomah menyebut, “La ilaha illallah”. Lalu Bilal masuk
sambil berkata, “Wahai semua orang yang berada di sini. Ketahuilah sesungguhnya
kemarahan seorang ibu kepada anaknya bisa membuat kemarahan Allah, dan ridho
seorang ibu bisa membuat keridhoan-Nya .” Maka Al-Qomah telah wafat pada waktu
dan saat yang sangat baik baginya”
Lalu Rasulallah saw segera pergi ke
rumah Al-Qomah. Para sahabat memandikan, kafankan dan menyolatinya diimami oleh
Rasulallah saw. Sesudah dikuburkan beliau bersabda sambil berdiri didekat
kubur, “Wahai sahabat Muhajirin dan Ansar. Siapa yang mengutamakan isterinya
dari ibunya, maka dia akan dilaknat oleh Allah dan semua ibadahnya tidak
diterima Allah.”
Wallahu’alam
Hasan Husen Assagaf
0 komentar:
Posting Komentar