PENDIDIKAN merupakan sistem kerja yang saling terkait antara komponen yang satu de-ngan lainnya. Bila selama ini guru selalu menjadi sorotan seka-ligus ujung tombak pelaksanaan pendidikan di berbagai jenjang, sebenarnya masih ada komponen lain yang harus diberdayakan dalam aplikasi pendidikan di lapis bawah yaitu peran kepala sekolah. Kinerja guru dalam mengabdikan dirinya sebagai pengajar dan pendidik terkait erat dengan kondisi lingkungan sekaligus figur kepala sekolah yang menjadi atasannya.
Kepala sekolah selaku pemimpin secara langsung merupakan contoh nyata dalam aktivitas kerja bawahannya. Kepala sekolah yang rajin, cermat, peduli terhadap bawahan akan berbeda dengan gaya kepemimpinan yang acuh tak acuh, kurang komunikatif apalagi arogan dengan komunitas sekolahnya. Beban kepala sekolah tidak ringan, untuk dapat mengkoordinasi sistem kerja yang mampu memuaskan berbagai pihak tidak gampang. Meskipun demikian kepala sekolah yang baik tentunya harus memiliki skala prioritas kerja dengan tidak mengabaikan tugas pokok selaku kepala sekolah.
Peraturan menteri pendidikan nasional (Permendiknas) nomor 13 tahun 2007 tentang standar kepala sekolah/madrasah menjelaskan bahwa kepala sekolah harus memiliki dimensi kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi dan sosial. Selama ini dimensi kompetensi supervisi belum dilaksanakan secara optimal oleh para kepala sekolah berbagai jenjang. Kepala sekolah, mayoritas baru berkutat pada seputar pemenuhan kebutuhan sarana pembelajaran dan bagaimana sekolah dapat meraih nilai ujian nasional yang maksimal. Aktivitas guru belum mendapat perhatian dan sentuhan kasih sayang secara memadai. Yang ironis lagi ada kepala sekolah yang justru mencurigai aktivitas guru.
Jalinan komunikasi antara guru dan kepala sekolah memang harus dioptimalkan, kita sering keliru persepsi atau bahkan sa-ling mencurigai karena ketidak-tahuan masing-masing pihak. Oleh karena itu sangat bijaksana bila kepala sekolah sebagai panutan warga sekolah mau memberi contoh baik sekaligus mau membangun komunikasi dengan warga sekolah dengan penuh kekeluargaan. Selama ini kepala sekolah, mayoritas baru sekadar maido (mengeluhkan) anak buahnya, sementara mereka dengan sesuka hati dan berdalih menjalankan tugas dinas luar tanpa sepengetahuan bawahannya.
Optimalkan Supervisi
Kompetensi supervisi kepala sekolah berdasar Permendiknas nomor 13 tahun 2007 meliputi tugas merencanakan program supervisi akademik dalam rangka profesionalitas guru, melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat serta menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesio-nalisme guru. Ketiga komponen kompetensi ini seharusnya dilakukan secara konsisten dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan secara luas.
Kepala sekolah yang baik bukan sekadar perencana yang baik, tetapi juga pelaksana dan pembimbing guru yang baik pula. Secara teoritis kepala sekolah telah banyak menyusun peren-canaan supervisi guru di kelas, namun dengan dalih kesibukan tugas pokok lainnya pelaksanaan supervisi belum banyak dilakukan. Alasan ini kadang ada benarnya, namun kadang juga tidak benar sama sekali. Yang jelas kepala sekolah memiliki beban tugas untuk supervisi para guru yang menjadi mitra kerjanya. Hikmah yang diperoleh, selain mengetahui kemajuan proses pembelajaran di kelas supervisi juga akan mempererat hubungan manusiawi antara guru dan kepala sekolah.
Keduabelah pihak saling me-ngetahui kebutuhan dalam proses belajar mengajar. Kepala sekolah yang sekadar muring-muring bila melihat ketidakberesan dalam kehidupan sekolah sudah dapat ditebak mereka jarang atau bahkan tidak pernah melaksanakan supervisi di kelas. Guru dan karyawan sekolah merupakan komponen pendidikan yang sangat perlu mendapat pembimbingan dalam menjalankan tugas. Oleh karena itu, bila kepala sekolah telah melaksanakan supervisi langkah berikutnya selalu memberi bimbingan secara bijaksana.
Sudah disadari bersama bahwa manusia itu pasti ada kelemahan. Demikian pula para guru juga memiliki kekurangan. Terkait dengan supervisi ini, bila kepala sekolah menemukan kekurangan guru, seharusnya mau memberi arahan dan bim-bingan. Kepala sekolah yang asal muni-muni (marah-marah) tanpa memahami kondisi guru, jelas belum paham tentang pendekatan supervisi yang tepat. Sikap dewasa dan jiwa ngemong anak buah hendaknya selalu melekat pada pribadi para kepala sekolah.
Supervisi di kelas oleh kepala sekolah merupakan jembatan komunikasi antara guru dan pimpinannya. Oleh karena itu, sudah seharusnya frekuensi pelaksanaan supervisi ini untuk selalu ditingkatkan atau bahkan dimaksimalkan. Melalui langkah ini penulis meyakini komunikasi antara guru dan kepala sekolah akan tambah harmonis. Keduabelah pihak saling memahami kebutuhan pendidikan dan tentunya akan menghasilkan pemahaman yang saling menguntungkan. Hal ini sangat penting dalam rangka peningkatan produktivitas kerja sehingga sekolah dapat mencapai hasil yang optimal pula.
Menyadari tugas kepala sekolah sebagai supervisor di kelas masih kurang, maka sebaiknya hal ini menjadi pembelajar kepala sekolah untuk meluangkan waktu dengan mengatur jadwal kerja secara sistematis dan konsekuen ditaatinya. Selama komitmen kepala sekolah tinggi sangat diyakini supervisi di kelas pasti dapat dilaksanakan dengan baik. Amin!